Langsung ke konten utama

TRIAS POLITICA (SISTEM PEMBAGIAN KEKUASAAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENURUT UUD 1945)
Oleh: chiara neysa m. (ibnu sina)

Pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan menurut fungsinya dan ini ada hubungannya dengan doktrinTrias Politica. Ajaran Trias Politica diajarkan oleh pemikir Inggris yaitu John Locke dan pemikir Perancis yaitu de Montesquieu. Menurut ajaran tersebut:
a. Badan Legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk undang-undang
b. Badan Eksekutif, yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang
c. Badan Yudikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan mengadilinya.

Trias Politica adalah suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa. Dengan demikian diharapkan hak-hak azasi warga negara lebih terjamin. AjaranTrias politica di luar negeri pada hakikatnya mendahulukan dasar pembagian kekuasaan dan pembagian atas tiga cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat dari pemikiran ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang pemerintahan dan untuk menjamin kebebasan rakyat.
Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis dalam susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan ketatanegaraan Indonesia asli,yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat, dan Rusia. Aliran-aliran itu oleh Indonesia diperhatikan sungguh-sungguh dalam penguasaan ketatanegaraan ini, karena semata-mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.
Pembagian kekuasaan pemerintahan RI 1945 berdasarkan ajaran pembagian kekuasaan yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, tetapi pengaruhnya di dapat dari sejarah konstitusi di Eropa Barat dan Amerika Serikat.
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu sistem dari negara manapun, tetapi merupakan suatu sistem yang khas menurut kepribadian bangsa Indonesia. Namun sistem ketatanegaraan RI tidak terlepas dari ajaran Trias Politica, Montesquieu. Ajaran Trias Politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling meminta pertanggungjawaban.
Trias politica yang dipakai di Indonesia saat sekarang ini adalah pemisahan kekuasaan. Salah satu buktinya dalam hal membentuk undang-undang dimana sebelum adanya perubahan, undang-undang dibentuk oleh Presiden, namun setelah adanya perubahan, undang-undang dibentuk oleh DPR. Undang-undang diubah satu kali dalam empat tahap. Saat ini Presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang.
DPR selain memegang kekuasaan membentuk undang-undang dalam melakukan pengawasan memiliki:

a.  Hak angket, yaitu menanyakan kepada Presiden mengenai hal-hal yang mengganggu kepentingan nasional.
b. Hak interpelasi, yaitu untuk melakukan penyelidikan.
Dalam menjalankan fungsi eksekutif, Presiden dibantu oleh wakil Presiden beserta mentri-mentri Presiden sebagai kepala negara memiliki kewenangan, untuk mengangkat duta dan konsul, menempatkan duta negara lain, pemberian grasi dan rehabilitasi, pemberian amnesty dan abolisi, memberi gelar dan tanda jasa.
Sistem presidensil di Indonesia setelah amandemen UUD 1945, antara lain:

a. Adanya kepastian mengenai masa jabatan Presiden.
b. Presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan
c. Adanya mekanisme saling mengawasi dan mengimbangi.

PP dibuat oleh Presiden untuk melaksanakan undang-undang, jadi suatu UU tanpa PP belum bisa dilaksanakan. Sedangkan Perpu dibuat untuk kepentingan negara. Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi memegang kekuasaan yang merdeka untuk ,menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman diatur dalam pasal 24, 24A, 24B, 24C, 25, NKRI 1945 dan UU No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman. Yang dimaksud dengan kekuasaan kehakiman yang merdeka adalah bebas dari intervensi ekstra yudisial. Tugas hakim yaitu menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dalam rangka mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Apabila ajaran Trias Politica diartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan maka jelas Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran tersebut, oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisahkan dan masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara.
Susunan organisasi negara adalah alat-alat perlengkapan negara atau lembaga-lembaga yang diatur dalam UUD 1945. Organisasi negara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan yaitu:

a. Majelis Permusyawarahan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)
d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)

Sedangkan organisasi negara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan yaitu:
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b. Presiden
c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
d. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
e. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f. Mahkamah Agung (MA)
g. Mahkamah Konstitusi (MK)

Secara institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang atau tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukkan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin perpisahan kekuasaan

Namun di indonesia masih sering terjadi permasalahan Contoh kecil yang menggambarkan bukti ketidakadilan hukum di Indonesia ini adalah banyaknya kasus korupsi yang menyeret pejabat publik seperti kepala daerah, anggota legislatif, para anggota kabinet, dan politisi partai politik yang merugikan negara sampai milyaran rupiah, tetapi hukuman yang diberikan tidak sebanding dengan apa yang telah diperbuat dan kadang walaupun sudah divonis sebagai tersangka masih saja bisa pergi kemana-mana bahkan sampai keluar negeri. Sedangkan jika kasusnya menimpa rakyat miskin seperti yang pernah menimpa nenek Minah yang tersandung kasus pencurian 2 buah Kakao justru hukuman yang diterima tidak sebanding dengan apa yang diperbuat. Dari sini menggambarkan bahwa hukum yang ada itu hanya berlaku untuk orang-orang miskin saja, sedangkan untuk orang kaya atau pejabat publik hukum itu tidak terlalu ditegakkan dengan benar. Sehingga hukum itu dapat diibaratkan sebagai pisau, lancip dibawah dan tumpul diatas. Padahal dalam UUD 1945 Pasal 28D Ayat (1) Tentang Hak Asasi Manusia hasil amandemen disebutkan bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan 


Komentar